kejujuran dan kehati-hatian dalam melihat budaya organisasi
pembahasan tentang ‘budaya’ di dunia bisnis dan organisasi dapat sangat kompleks dan berliku, dipenuhi jargon dan kerumitan. tapi bila kita kembali pada arti dasar ‘budaya’, hal ini menjadi sangat sederhana, yaitu sesuatu yang tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan–dan sulit untuk diubah. arti dari kata ini tentu tidak sulit untuk dimengerti. akan tetapi, perlu pula ada kehatian-hatian terutama karena aspek ‘sulit untuk diubah’ dari kebudayaan.
bila kita kaitkan dengan sumber daya dan energi, maka ‘sulit untuk diubah’ tersebut dapat bermakna ‘diperlukan sumber daya dan energi yang besar’ untuk dapat merubah budaya yang ada. bila ada kecerdasan dalam melihat hal ini, maka ada kehati-hatian untuk tidak membiarkan hal-hal yang tidak baik ataupun tepat untuk berkembang. arti dasar tersebut menjadi sebuah pengingat yang sangat penting, bukan?
bila diperhatikan, dapat dilihat bahwa segala fungsi dan peran di dalam sebuah organisasi selalu mengarah pada sebuah ‘kebiasaan’ yang ketika bergabung dengan berbagai ‘kebiasaan’ lainnya menjadi ‘budaya organisasi’. kebiasaan itu sendiri timbul dari cara para individu ataupun sistem yang ada melakukan sesuatu. cara-cara inilah yang perlu diperhatikan dengan kehati-hatian agar tidak mengarah pada cara-cara yang tidak baik atau tidak tepat untuk organisasi tersebut.
di ujung lainnya, budaya juga menjadi tempat yang baik untuk melihat hasil dari segala pandangan, komunikasi, pengembangan, dan proses yang berlangsung di dalam organisasi. budaya adalah sebuah ‘rangkuman’ dari segala proses yang ada di dalam organisasi tersebut, menjadi sebuah ‘identitas’ yang alami. tak jarang, organisasi terjebak pada budaya sintetis yang berdasarkan harapan ataupun manipulasi informasi yang menutupi praktik-praktik yang tidak baik ataupun tepat. hal tersebut mengakibatkan adanya kemunafikan budaya organisasi, karena di satu sisi budaya yang sebenarnya, dan di sisi lain budaya sintetis yang dikarang untuk kepentingan tertentu, baik disadari ataupun tidak disadari.
hal tersebut di atas dapat berbahaya pada organisasi dan para individu yang ada di dalam organisasi. budaya sintetis tersebut akan menjadi sebuah ‘kepercayaan’ bila terus dikumandangkan, dan kemampuan untuk melihat budaya yang sebenarnya menjadi tumpul. di sisi lainnya, hal ini juga menimbulkan kelelahan dan keputusasaan untuk mereka yang melihat realita yang berbeda dari apa yang ‘dipercaya’ sebagai budaya organisasi. bila itu telah terjadi, maka perbaikan akan menjadi rumit, tepat seperti yang telah diutarakan dalam makna dasar kata ‘budaya’ itu sendiri di dalam KBBI.
kejujuran adalah hal yang sangat dasar dan menjadi pembicaraan bahkan di bangku sekolah dasar. akan tetapi, inilah adalah dasar untuk dapat melihat budaya yang sebenarnya dan ini pulalah satu-satunya jalan awal untuk memperbaiki budaya organisasi bila telah terlanjur melenceng.
sangat sederhana bukan? adakah kejujuran dalam melihat budaya yang sebenarnya?